Sabtu, 06 Desember 2014

EMULSI Majalah Peduli Pangan dan Gizi

Apa sih emulsi yang kamu tahu? Campuran fase terdispersi dalam fase pendispersi?



Cuma itu arti emulsi yang kamu tahu? Kalo cuma segitu aja pengetahuan kamu tentang emulsi, kayaknya kamu perlu kepoin tentang apa itu emulsi. Coba kamu perluas pengetahuan kamu dengan membaca majalah yang satu ini. Kenapa kamu harus baca majalah? Kenapa nggak baca textbook dan literatur yang tebalnya beratus-ratus halaman atau googling aja di internet? 

Karena majalah yang harus kamu baca adalah Majalah EMULSI. Bukannya sok ilmiah, tapi kata emulsi dikenal di keempat keilmuan baik di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Gizi Masyarakat, dan Teknologi Hasil Perairan.
Alasan lain kenapa kamu harus baca majalah ini adalah beritanya up to date dan nggak akan lekang oleh waktu. Maksudnya di sini dibahas tentang isu-isu terbaru seputar pangan yang sangat dibutuhkan manusia dan akan selamanya dibutuhkan, baik produknya, maupun ilmunya. Nah ilmunya bisa didapat di EMULSI.

Takut mengonsumsi makanan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan? Atau butuh Suplemen yang tepat buat menangkal penyakit di musom hujan ini? EMULSI punya jawabannya. Untuk tau lebih lengkapnya tentang apa lagi isi dalam majalah EMULSI, kamu bisa baca-baca sendiri setelah beli majalahnya. Yuk perluas wawasan tentang pangan supaya lebih aman mengonsumsi makanan yang kamu makan.



For more info and buying, please contact these account @emulsiipb #eksotikgen8

Minggu, 23 Februari 2014

Hello Again, It's Second Month of 2014

Udah lama banget rasanya ngga nulis di blog, and now it's been a second month in 2014. Kalo biasanya gue posting cerpen-cerpen fiksi, kali ini gue mau membahas yang lainnya. Kalimat pembuka di atas seakan mengingatkan gue kalau waktu berlalu cepat sekali. Perasaan gue, gue masih menjadi seorang anak perempuan yang sering labil, belum berpikiran maupun bersikap dewasa, masih belum mengerti tentang banyak hal, padahal di tahun ini gue akan kehilangan "teen" di usia gue. Yak, I'm going to turn into 20.

Kalau diinget-inget, dulu, when I was younger gitu, gue sering berpikir "I'm going to be there or I'm going to be like her/him, SOMEDAY when I grew up", tapi kenyataannya...gue merasa masih begini-begini aja. Winda yang sekarang masih ngga beda jauh sama Winda yang dulu. Apalagi kalau gue lagi ada di rumah tuh kayaknya gue pengen jadi "little girl"-nya bapak-ibu terus dan gue selalu pengen mengabaikan umur gue yang harusnya udah semakin dewasa. Tapi pastinya bukan itu yang diinginkan orangtua gue. Tujuan mereka mengirim gue "agak" jauh ke sini supaya gue bisa belajar tentang arti kehidupan dari segala sisi dan mengambil pelajaran dari hidup mandiri di sini, nggak cuma ilmu akademis, tapi juga ilmu kehidupan.

Udah hampir dua tahun gue tinggal di Kota Hujan ini yang semakin lama gue tinggal di sini, gue semakin mengerti kenapa kota ini dijuluki Kota Hujan. Bertahun-tahun gue tinggal di Jakarta dan tiap musim hujan, Jakarta selalu kebanjiran dan banjirnya nggak pernah tanggung-tanggung. Katanya sih hasil dari air kiriman dari Bogor. Dan ternyata musim hujan di sini tuh beda sama di Jakarta. Kalau nggak musim hujan aja hampir tiap sore Bogor hujan, apalagi kalau musim hujan, yang ada cuma hujan sepanjang hari tanpa henti. Untungnya kalau lagi puncaknya musim hujan di Bogor biasanya udah masuk libur semester ganjil, jadi gue merasa terselamatkan dari parahnya musim hujan dengan pulang ke rumah di Cikarang. As you know, Cikarang yang kota industri itu akan selalu lebih panas dari Bogor dan curah hujannya nggak terlalu tinggi. Lagipula gue akan hibernasi di rumah hampir selama liburan yang tiga-empat minggu itu.

Meskipun gue udah hampir dua tahun kuliah, tapi kenyataannya pengalaman yang gue dapet masih minim banget. Entah gue yang males atau memang kesempatan itu belum terbuka buat gue. Pokoknya kalau gue daftar sesuatu, entah untuk jadi anggota organisasi atau kepanitiaan, gue hampir selalu gagal. Apa gue separah itu nggak bisa memenuhi kualifikasi yang mereka buat? Gue jadi sering  menyalahkan diri sendiri, menganggap rendah diri sendiri, dan kesel sama diri gue sendiri. Ditambah lagi berada di antara anak-anak brilian dari seluruh Indonesia (khususnya di departemen gue), gue merasa makin tenggelam. Serasa kayak gue adalah seorang biasa yang secara kebetulan berkesempatan untuk dapat kesempatan luar biasa, tapi yang namanya orang biasa, gue tetaplah orang biasa. Di sisi lain dari keminderan gue, banyak temen-temen gue yang cemerlang itu dapat kesempatan bagus yang bertubi-tubi, mulai dari nilai bagus (yang kayaknya nggak akan bisa gue dapat meski gue harus berkeringat darah sekalipun), diterima di organisasi/kepanitian, temen-temen yang seru dan menghargai (gue sering merasa introverted dan merasa banyak orang nggak suka sama gue atau tepatnya menganggap gue nggak penting), punya appearance yang bagus, love-life yang bagus, dan didukung sama wealth yang bagus pula. Dari tulisan ini aja gue benci sama diri gue yang iri sama orang lain, tapi beneran, ini yang sering bikin gue galau. Complicated banget, padahal sumbernya cuma satu, gue kurang bersyukur dan kurang berusaha.

Kalau dulu, sebelum gue diterima di departemen gue, gue udah ngalamin banyak banget penolakan yang bertubi-tubi, yang sempet bikin gue down (seperti yang udah pernah gue post sebelumnya). Pada akhirnya gue diterima juga di tempat yang bagus. Ini bisa dijadiin pelajaran, bahwa gue percaya, dibalik semua kegagalan yang sedang gue terima akhir-akhir ini, pada akhirnya Allah akan ngasih "sesuatu" yang amat baik buat gue, cuma waktunya belum tepat aja. Gue cuma lagi diuji aja, disuruh bersabar, dan supaya lebih bersyukur kalau nanti pas "sesuatu" itu udah jadi milik gue.

Sabtu, 24 November 2012

Pupusnya mimpi meraih ini >> MITSUI-BUSSAN SCHOLARSHIP


Gue mau berbagi cerita tentang MITSUI-BUSSAN SCHOLARSHIP. Meskipun gue harus mengubur keinginan gue tentang mitsui dalam-dalam tapi semoga bermanfaat karena kalau dilihat dari usaha gue mencari-cari contoh soal mitsui di internet itu susah. Ngga ada sama sekali malah. Beda banget sama soal monbusho yang bisa didownload dimana aja.
Mau flashback sedikit dulu nih. Sebenernya gue udah ngincer ini beasiswa sejak gue masih kelas XI. Waktu itu gue bener-bener pengen banget bisa kuliah di luar negeri. Nah jadi kerjaan gue waktu adalah mencari info sebanyak-banyaknya tentang segala macam beasiswa. Gue udah tau tentang monbusho sejak awal kelas XI karena waktu itu sensei bahasa jepang gue udah pernah cerita sedikit dan gue banyak mencari di internet tentang itu. Dan alhamdulillahnya lagi gue nemu info tentang mitsui.  Gue pikir beasiswa ini asik banget. Karena infonya gue rasa belum lengkap, dengan penuh hasrat yang menggebu-gebu gue kirim email ke kontak unsada yang bekerja sama dengan mitsui. Untung bapak-bapaknya baik, dia jawab semua pertanyaan gue.  Sampai gue bikin planning yang membandingkan monbusho dengan mitsui. Dan pastinya mitsui yang menang dong. Hehe. Diliat dari berbagai aspek mitsui jauh lebih menggiurkan dibanding monbusho. Nih gue rinci kelebihan dan kekurangan keduanya  tapi ini yang tahun 2011 karena tentang monbusho 2012 belum banyak infonya. Dan mitsui cuma untuk S1 jadi perbandingannya sama S1-nya monbusho juga.
Schedule
Mitsui-Bussan
Monbusho
Pengiriman dokumen
Maret-April 2011
Mei-Juni 2011
Syarat : nilai minimum rapot semester 5
7
8,4 (S1)
Test
Tertulis : Mei 2011 (math, english)
Kesehatan, Psikotes, interview : Juni 2011
Tertulis : juli 2011 (math, science*, english)
Interview : agustus 2011
Pengumuman
Juli 2011
Januari 2012
Berangkat
Oktober 2011
April 2012
Uang bulanan
¥ 145.000 + home allowance ¥ 25.000
¥123.000
Lama di jepang
5,5 tahun (4 tahun kuliah + sekolah bahasa 1,5 tahun)
5 tahun (4 tahun kuliah +sekolah bahasa 1 tahun)

Ada kursus singkat di Unsada (Universitas Darma Persada) sekitar 2 bulan sebelum keberangkatan ke Jepang

*Science :    Science- A fisika, kimia
                         Science-B Biologi, Kimia

Nah jelas banget kan bedanya. Waktu proses dan keberangakatan yang lebih cepat, tes yang lebih gampang, dan uang bulanan juga lebih banyak kalau mitsui. Huhu. Sedih juga kalo inget ini semua T_T

Oh iya. Kan gue mau ngasih tau tentang soal tertulisnya mitsui. Tapi mau cerita dulu ya.
Oke. Jadi setelah gue menunggu lama akan dibukanya pendaftaran mitsui, akhirnya tiba juga tanggal yang udah gue tunggu-tunggu. Ngisi form udah beres, legalisasi rapot semester 5 juga udah. Tinggal satu lagi yang kurang, yaitu surat rekomendasi dari kepala sekolah. Eh pas gue mau minta ke ibu kepala sekolah, ibunya lagi pergi mulu. Yaudah gue temuin bapak yang ngurus surat-menyurat, eh kata bapaknya ngga bisa kalau dalam bahasa inggris. Gue malah disuruh bikin sendiri. Akhirnya gue nyari di internet, tinggal ditambah-tambahin dikit, ganti alamat dan nama yang ada di templatenya dan jadi deh. Pihak sekolah tinggal melegalisasi. Setelah lengkap, gue masih belum ngirim juga. Karena gue mikir, kalo ngirimnya duluan nanti berkas gue ada di tumpukan paling bawah, jadi gue memutuskan untuk ngirim pas udah tengah-tengah aja.

Waktu itu gue ngirim sekitar bulan April sebelum UN. Tapi sampai bulan mei gue cek email belum dapet email dari mitsui, padahal mereka bilang pengumumannya lewat email. Pasrah lah, tapi menurut gue aplikasinya udah lengkap dan memenuhi persyaratan. Tapi kan siapa yang tahu, mungkin pengirimannya ada yang salah atau gue salah nulis email kan?

Di ambang kegalauan itu, akhirnya gue menerima sepucuk email dari mitsui……………

Meskipun Cuma pemberitahuan nomor urut, gue udah seneng banget padahal belum pengumuman. Pengumumannya lewat websitenya unsada dengan Cuma menampilkan nomor urut yang dikirim lewat email itu. Wah makin deg-degan gue. Tapi alhamdulillah lah ada titik terang.

Berkali-kali gue buka webnya unsada belum ada juga tuh pengumuman, sampai pas ada rasanya udah seneng banget karena nomor gue, IPA 31 ada di situ di antara 160 IPA yang lain dan 16 IPS.

Rasanya pengen banget belajar untuk persiapan mitsui. Tapi gatau mau belajar apa karena gatau tipe soalnya kayak gimana. Gue pikir sama kayak monbusho kali ya. Tapi kan Cuma matematika dan bahasa inggris aja. Jadi gue belajarnya dari snmptn aja, kebetulan kan lagi intensif snmptn juga waktu itu.

Sambil gugling-gugling siapa yang berhasil berangkat ke jepang tahun lalu, akhirnya gue menemukan sebuah nama. Dan gue cari-cari namanya di facebook, tapi ga ketemu (niat banget). Gue terus mencari dan mencari, dan berhasil. Gue nemu facebooknya kak Melia (kalo gasalah namanya itu dan untungnya dia cewek).

Saat udah mepet mau tesnya gue baru kirim message ke dia lewat facebook. Dan itu aja ngga langsung dibales. Sampai suatu malam, kira-kira di H-2 gue liat di online. Ga mau menyia-nyiakan kesempatan, gue langsung chat ke dia. Lama banget ngga dibales. Mungkin dia bingung kali ya, atau risih karena tiba-tiba ada anak yang ngajak kenalan dan langsung memberondongnya dengan banyak pertanyaan mengenai soal tes tertulis mitsui. Dan sekali lagi untungnya dia cewek, coba kalo cowok, pasti gue dikira modus.

Akhirnya kakaknya bales, katanya soal matematikanya soal matdas diatas un tapi ngga sesusah snmptn sedangkan bahasa inggrisnya grammar. Gue mikir, doi kan anak aksel, pasti pinter jadi soal sesusah apa juga bias dibilang gampang sama dia. Dan gue langsung panik, grammar gue kaco, tes STIS aja gue jawab asal banget. Tapi gue harus bisa, gue harus belajar. Dan halangan ada lagi, pas malem sebelum tes, keluarga gue ngajak jalan dan makan di luar, jadilah gue belajar seadanya.

Paginya berangkatlah gue ke unsada di daerah pondok kopi dengan dianter bokap. Untung bokap udah tau tempatnya, jadi selow aja.

Pas nyampe sana, udah rame. Gue ngeliat denah tempat duduk dan ngeliat nama-nama peserta dengan asal sekolah masing-masing. Wah ternyata banyak yang dari daerah juga. Dan ada nama temen gue satu sekolah, Gandes. Tapi sayangnya gue ga terlalu kenal dia, kayaknya gue ngeliat tapi dia selalu ngilang kalo pas istirahat..

Sebelum tesnya dimulai, harus nunggu lumayan lama di tempat duduk, bosen banget jadi bikin deg-degan. Pengen ngobrol juga jarak duduk satu sama lain lumayan jauh, yaudahlah gue diem aja. Eh dua cowok di belakang gue ngobrol, ngga sengaja gue denger omongan mereka. Yang satu anak Semarang yang ngomongnya medok banget, tapi pas denger dia cerita, bikin jiper men. Dia bilang dia gaikut snmptn tertulis karena ikut olimpiade apa gitu di Moskow, wow. Dan yang lain keliatannya pinter-pinter banget. Hah jadi maikn jiper.

Mulailah tesnya diawali dengan tes matematika dengan waktu 90 menit. Bener kata kak Melia soalnya soal matdas, esai. Jadi dikasih satu sheet lembar soal 14 nomor kayaknya tapi beranak. Misal nomor 1 ada a,b,c,d, dst. Terus dikasih pula lembar jawaban bergaris dan harus nulis jawaban disitu, tapi lembar soal boleh dicoret-coret dan kata panitianya nanti lembar soalnya juga akan diperiksa, jadi ngga Cuma lembar jawabannya aja yang diperiksa. Soalnya lumayan gampang sih sebenernya, tapi biasa, gue sering udah ngitung jauh –jauh ngga nemu ujungnya, tapi karena esai, yaudah gue jawab aja langsung tanpa mikir lagi itu bener apa salah. Soalnya seputaran akar, limit, faktor, vektor, peluang juga ada. Matdas lah pokoknya, soalnya yang berbahasa inggris gausah dipusingin karena yang penting kan angkanya kecuali soal peluang.

Abis itu dikasih waktu 15 menit (mungkin) untuk istirahat. Dan setelah waktu istirahatnya abis, masuk lagi untuk ngerjain bahasa inggris. Nah disini nih yang menurut gue susah. Soalnya ada tiga teks, tiap-tiap teksnya ada pertanyaan, macem snmptn lah. Tapi ada soal yang nanya kalimat mana yang salah dari teks itu, dan ada juga soal yang menyisipkan kalimat dalam teks supaya padu. Lalu yang gue suka justru yang grammar, karena  kebetulan baru abis belajar ulang semuanya, jadi ini bisa dibilang lumayan. Biasalah, soalnya ada yang melengkapi dialog dengan grammar yang tepat. Terus ada pula teks yang kata-katanya dikosongin dan harus milih kata yang tepat untuk teks itu dan gue akui vocabnya susah. Yang terakhir yang paling susah, jadi ada beberapa kalimat. Tiap-tiap kalimat harus diganti dengan kalimat yang berbeda tapi masih memiliki makna yang sama. Nah loh. Akhirnya gue ngarang aja disini. Sangat berharap untuk bisa ditelepon nanti untuk tes selanjutnya yaitu tes kesehatan dan psikotes.

Di hari yang dibilang panitianya yaitu tanggal 1 juni, gue galau nungguin telepon. Gue search di twitter, dan nemu beberapa orang yang galau juga kayak gue nunggu ditelepon. Tapi ada satu twit orang yang lagi galau juga, dia bilang temennya udah ditelepon dari malam sebelumnya. Yah rasanya gue pengen nangis, sampai sore ngga ada telepon juga. Eh pas ada telepon, gue langsung deg-degan dan langsung gue buru-buru angkat ternyata yang nelepon adalah bokap, nanyain gue udah ditelepon atau belum. Dan gue bilang aja belum, terus bokap bilang, “yaudah tetep semangat, masih ada snmptn kan?”. Aaaaaaaaaaaaa itu bikin gue mewek. Belom lagi nyokap gue yang bolak-balik nanya, “gimana? Ditelepon gak?”. Sampai hari itu berakhir gue down separah-parahnya. Iyalah impian gue sejak setahun lalu, pupus dalam satu hari. Gue udah sering gagal, mulai dari pernah masuk list snmptn undangan tapi ngga jadi dan nyaris banget dapet padahal dan gue yakin kalau gue pilih ipb mungkin bisa diterima karena kuota undangan ipb lebih banyak dibanding snmptn tulis , pmdk poltekkes 2 gagal juga, stis apalagi.. dan gue berharap semoga ini berhasil sehingga gue bisa bayar semua kekecewaan orang tua gue. Apalagi udah minta doa juga sama mbah dan beberapa sodara-sodara pada ngedoain, ternyata kenyataannya pait. Sedih banget.

Tapi hari itu tangisan dan kekecewaan gue masih bisa gue umpetin, dengan Cuma nangis sendirian di balik bantal. tapi gatau kenapa keesokan harinya gue ngerasa buruk banget, pas mau maghrib puncaknya. Gue nangis di balik bantal, eh kan maghrib, jadi sekeluarga solat berjamaah. Dan disitu udah ngga kuat lagi. Gue nangis terisak-isak dalam solat, ditambah lagi keesokan harinya bokap mulai pindah ke cikarang, meskipun seminggu sekali pulang, besok gue ga solat maghrib berjamaah kayak gini lagi.  Pecah sepecah pecahnya tangisan gue. Sampai berhari-hari masih sakit banget rasanya, mimpi itu udah bener-bener tinggal mimpi sekarang. Monbusho pun gue jadi makin jiper, karena mitsui yang tesnya lebih simple aja gue gabisa, apalagi monbusho yang tesnya lebih rumit dan peminatnya lebih banyak.

Kesimpulan yang gue ambil, bermimpi tinggi-tinggi itu boleh, tapi harus siapin mental buat jatuhnya juga. Karena kalau ngga siap, bakal sakit banget rasanya. Dan jangan terlalu sibuk merencanakan masa depan, make an action in present dan biarkan rencana Allah yang berjalan.  Sempet trauma sama mitsui, kalo ngebayangin bagaimana gue mengidam-idamkannya dan bagaimana dia menjatuhkan gue seperti ini.

Tapi tetep semangat. Banyak orang bilang kalau orang sukses itu adalah orang yang bisa bangkitdari kegagalan. Dan jalan menuju sukses masih banyak kok. Keep on fire J

Pengumuman SNMPTN yang Bagaikan Roller-Coaster

           Setelah gagal dapet panggilan dari mitsui, nangis-nangisin kegagalan itu dan merasa nyesel, tapi life must go on, I have to survive. Gue harus ikut SNMPTN tertulis. Gimana pun caranya gue harus punya masa depan cemerlang. Gue mau jadi orang yang bisa bikin orang orang tua gue bangga, meskipun mungkin belum waktunya buat kuliah sampai ke luar negeri.
Setelah pendaftaran SNMPTN, upload dokumen ini-itu, sampai fixed menentukan pilihan, gue lakuin dengan lancar. Nilai TO di tempat bimbel pun alhamdulillah selalu menyatakan gue lulus di pilihan pertama, yaitu teknik pangan IPB. Jadi ya gue merasa sedikit lega, tinggal ditambah usaha dan doa, insyaallah gue pasi bisa, begitu menurut gue. 
Sampai akhirnya tiba juga tanggal 12 dan 13 Juni hari SNMPTN. Gue dapet lokasi di SMK 26 jakarta pusat. Alhamdulillahnya di hari pertama, gue merasa lancar-lancar aja ngerjainnya. Yang paling gue suka adalah ngerjain TPA (Tes Potensi Akademik). Semua soalnya gue kerjain dengan mudah, kecuali 5 soal terkahir yang menurut gue itu butuh pemikiran yang lebih. Jadi gue lewatin aja daripada ngabisin waktu. Kalo bener sih gapapa, lah kalo salah nilai gue kan jadi minus soal yang salah itu. Akan tetapi, buruknya, sepulang dari tempat tes, gue dapet (bulanannya ceweklah). Jadilah keesokan harinya gue merasa worst banget di kemampuan IPA. Banyak soal gampang yang gue gabisa sama sekali ngerjainnya, blank. Sampai-sampai waktu 90 menit berasa cepet banget. Terasa banget bedanya ketika gue bisa solat dan berdoa disana sama ketika gue ga solat dan doa seadanya. Saking ngerasa buruknya, gue keringetan, gemeter, sebisa mungkin berusaha inget Allah dengan berbagai surat pendek gue baca, istighfar, dan lain sebagainya. Tapi mau diapain lagi, terdengarlah suara bel yang menandakan tes udah selesai. Keluar dari ruangan itu tangisan gue rasanya mau pecah, mungkin ini juga efek pms, tapi masa mau nangis di tempat asing gitu, mana ngga ada orang yang bisa gue ajak ngobrol (gue ga kenal siapa-siapa di tempat tes itu). Yaudahlah pasrah.
Sesampainya di rumah, kegalauan dimulai lagi dengan mau atau enggaknya gue meriksa soal SNMPTN di NF. Kalo mau, gue bisa dapet prediksi nilai gue. Penasaran sih, tapi kalo gue tau terus itu prediksi mau buat apa? Akhirnya gue periksa jawabannya manual aja. Dan hasilnya lumayan, dapet diatas 300 lah. Tapi masalahnya, saingan gue kan banyak. Pasrah lah gue.
Setelah SNMPTN, di saat temen-temen gue daftar SIMAK UI dan ikut bimbel intensif SIMAK, daftar ujian mandiri di PTN lain, dengan santainya gue memanfaatkan waktu kosong itu buat bermales-malesan di rumah selagi nunggu pengumuman tanggal 7 Juli.
Tetot tetot… ternyata pengumuman dimajuin jadi tanggal 6 Juli dan tanggal yang dinanti-nantikan pun akhirnya tiba. Dari pagi, di twitter, temen-temen gue udah pada heboh dengan berbagai kicauannya nunggu jam 7 malem. Rasanya sih deg-degan, tapi gue sok masang tampang keep woles aja. Dan pergilah gue ke rumah temen gue, Indana. Di rumahnya, kita mantengin timeline, tiba-tiba ada tweet yang bilang kalo siang itu IPB udah pengumuman. Waw. Makin dagdigdug aja gue. Di sana gue buka web IPB, dan nemu kolom yang harus diisi buat ngecek pengumuman. Gue sms farah, katanya dia juga belum liat. Aduh. Akhirnya gue pulang, daripada gue ngecek disana, terus gabisa pulang. Karena kalo diterima gue takut ketawa-tawa di perjalanan pulang terus dikira orang gila. Kalo gagal, pasti gue ngga tahan sama tangisan gue.
Begitu nyampe rumah langsung nyamber laptop yang lagi dimainin adek. Wuh doi kesel banget. Sampe dia bilang, “Rese lo, nanti ga diterima lo.” Masa bodo dia mau bilang apa, gue tetap mencari tau.
Dan pas dibuka, betapa kagetnya gue karena disitu gue dinyatakan gak lolos. Air mata langsung bercucuran. Untuk beberapa lama, gue masih menatap pengumuman itu lekat-lekat, baca lagi berkali-kali. Dan ibu ngga perlu nanya lagi hasilnya, karena udah ketauan kali kalo gue udah nangis-nangis gitu, apa yang terjadi. Ibu baca juga pengumumannya. Terus ibu bilang, “ini belum waktunya, liat di kolom sebelahnya, pengumuman jam 19.00”. tapi dengan emosi, gue ngga percaya, gue malah bentak-bentak ibu. Gue juga nyalahin adek karena menurut gue dia doain yang jelek dan doa jeleknya itu terkabul. Gue makin nangis-nangis ngga karuan sesiangan. Terus kata ibu lagi, “Yaudah. Cari kesempatan lain. Ikut ujian mandiri aja. Cepet cari infonya, mau ke bank sekarang buat bayar pendaftaran?”. Uh ibu segala-segalanya banget lah.
Tapi gue masih mau nangis dulu. Gue-nyesel-banget. Kenapa selama nunggu pengumuman gue ga pernah belajar, berdoa dan solat duha atau solat tahajud juga jarang, bahkan ngga pernah? Nyesel banget gue disini. Mungkin Allah mau nunjukin balesan atas kemalasan-kemalasan gue. Mungkin tes hari kedua yang gue anggap buruk banget itu yang menjatuhkan nilai gue. Tapi yang gue pikirin juga, masa gue ngecewain orang tua gue (lagi)? Terus apa yang bisa dibanggain dari diri gue ini? Boro-boro mau dapet besiswa dan kuliah di luar negeri, SNMPTN dengan pilihan IPB aja gue ga becus. Terus gue mau lanjut sekolah kemana? Mau ikut ujian mandiri apa? Gue kan ngga pernah belajar lagi setelah SNMPTN, kalo gue ikut ujian mandiri, mau ngisi apa di lembar jawabannya? Yang bikin lebih parah lagi, gue sekeluarga mau pindahan ke Cikarang di tanggal 8, dan itu lusa. Semua buku-buku gue udah dipack rapi, soalnya dalam bayangan gue, kalo gue diterima, kelar sudah urusan sama buku-buku itu dan bisa pindah rumah dengan tenang. Tapi ternyata gue harus menerima kenyataan yang jauh dari bayangan gue.
Malemnya, bapak pulang. Bapak udah kost di Cikarang sekitar sebulan dan bapak pulang Cuma tiap weekend. Pas bapak pulang, gue belum berani ngomong apa-apa. Biar bapak istirahat dulu, makan dan lain sebagainya. Sementara gue, balik ke dapan notebook, mencari ujian mandiri-ujian mandiri apa yang bisa gue ikutin. Sampai gue berpikir mau nyoba SMUP (ujian mandiri Unpad) dan UTM (ujian mandiri IPB), tapi gue mikir lagi, kalo UTM, biaya pendaftarannya  terlalu mahal dan kuotanya dikiiiit bangeeett. Akhirnya UTM gajadi. Berarti gue harus ikut SMUP, gue pengen ikut SMUP karena ga perlu ikut tes lagi, SMUP ngambil penilaian dari SNMPTN tulis. Lagipula di Unpad juga ada jurusan Teknik Pangan. Entah kenapa gue pengen banget masuk jurusan itu (nanti insyaallah gue share tentang tekpang). Dengan begitu kan gue jadi ga harus belajar lagi.
Setelah kira-kira gue siap cerita ke bapak, gue coba buka lagi webnya IPB. Sama sekali ngga berharap ada yang berubah dari pengumuman itu, dengan berat hati gue buka. Ternyata. SUBHANALLAH bangeeet. Gue ngga percaya. Dan harusnya gue percaya kata-kata ibu tadi siang. 



Kayaknya emang pengumumannya jam 19.00. Buktinya, gue dinyatakan lulus dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan \(^_^)/ dan bodohnya gue, gue bukannya sujud syukur, gue malah langsung teriak ke orang serumah dan ketawa-tawa ngga ada abisnya karena saking senengnya, dan saking ngerasa bodoh banget. Bodoh kenapa? Bodoh karena sesiangan gue nangisin sesuatu karena gue ga sabaran atau gue ga percayaan, khususnya sama kata-kata ibu.
Bapak pun bingung, sampai ngomong dengan nada marah, “ Kamu kenapa? Biasa aja kali ketawanya,” (bokap gue gaul. Bukan.kira-kira begitu, tapi aslinya gue lupa). Itu karena bapak ngga tau gimana gue nangis-nangis tadi siang. Hehe. Jadi itulah komentar bapak saat denger gue diterima di IPB. (biasa banget ya-_-), tapi biar gimana pun, bapak adalah orang yang ruarr biasa :’’)
Belum lagi komentar ibu, “kamu sih dibilangin ngga percaya, keburu emosi aja”. Iya sih, tapi meskipun dari ucapan kedua orang tua gue terdengar biasa aja, tapi aslinya di dalem hati mereka, semoga mereka bangga sama gue J
Bener kan, nunggu pengumuman SNMPTN ngocok-ngocok perasaan banget kayak roller-coaster? Tapi kan akhirnya gue berhasil pindah rumah dengan tenang. Dan dagdigdug lagi, bakal seperti apa kehidupan gue saat kuliah nanti.



Newly Life and A Bit About My Course


Menyambung cerita gue yang sebelumnya dengan status yang berbeda. Mahasiswa. Yak, sekarang gue udah bukan lagi anak sekolahan yang harus berangkat sekolah pagi-pagi, harus pake seragam, dan segalanya tentang anak sekolahan yang pastinya akan sangat gue rindukan. Hidup gue mulai berbeda, gue yang samasekali ngga pernah jauh dari orang tua sekarang jadi anak rantau “setengah” sejati, anak rantau yang minimal pulang seminggu sekali. Tapi tetep aja, hidup gue yang biasanya dipengaruhi sama orang tua –hampir di setiap aktivitas gue- sekarang harus survive sendirian di tempat yang asing. Di awal gue sempet ngalamin yang namanya “homesick” karena waktu itu gue udah masuk asrama, tapi belum ada kegiatan kuliah, jadi garing banget, mati gaya, gatau mau ngapain. Di saat-saat itulah virus-virus homesick muncul.
                Hold on, daritadi gue ngomongin asrama. Kenapa asrama? Kenapa ngga kost? Yap ,itu karena sekarang gue jadi mahasiwi Institut Pertanian Bogor. Dan di IPB peraturannya adalah setiap mahasiwa tahun pertama harus mengikuti TPB (Tingkat Paling Bahagia, eh bukan, tapi Tingkat Persiapan Bersama) dan di masa ini IPB mewajibkan kami untuk tinggal di asrama. Tapi, jangan-jangan diantara lo, wahai para pembaca ada yang mikir, “ Apa? Pertanian? Emang mau jadi apa? Petani? Apa yang mau dibanggain dari sekolah tani?” Haha. Itu semua pikiran kolot. Dulu –dulu banget- pikiran itu sempet muncul di otak gue, tapi sekarang semuanya terjawab sudah. Lo bisa perhatiin dari diri masing-masing, tiap hari lo butuh makan, apa yang lo makan, itu semua ngga secara tiba-tiba turun dari langit kan? Pasti ada orang-orang yang berjasa dibalik itu semua. Dan disinilah –insyaallah- nanti gue, bersama anak-anak IPB lainnya berperan untuk meningkatkan kualitas pangan Indonesia, supaya ngga usah ekspor bahan makanan untuk mencukupi kebutuhan rakyat se-Indonesia, kan katanya negara kita negara agraris yang sumber daya alamnya sangat kaya, nah jangan cuma “katanya” doang, we need to proove it. Khususnya gue di bidang yang –insyaallah- menjadi passion gue, di bidang yang secara absurd menjadi alasan gue memilih jurusan disini.
                Kenapa gue bilang absurd? Karena gue pernah denger tentang “passion” yang kata motivator-motivator hebat, kalo kita ngejalanin profesi kita, pekerjaan kita dengan passion yang kita miliki, kita akan ngejalanin semuanya dengan senang hati dan dengan sendirinya hal itu akan membawa kesuksesan mendekati kita dan sukses bukan sekedar kepuasan diri, tapi seberapa bermanfaatkah kita buat orang lain –gue udah pantes jadi motivator? Haha- Dan disitulah gue mulai berpikir keras, apa passion gue dan apa yang bisa bermanfaat buat orang lain. But I found nothing special. Bidang-bidang ilmu sosial ataupun ekonomi, gue samasekali ngga jago. Apalagi ilmu-ilmu murni, itu bukan gue banget. Sampai akhirnya, karena gue suka makan, gue berpikir bagaimana makanan itu bisa jadi sangat bermanfaat buat semua orang. Manusia di belahan bumi manapun pasti butuh makan. Gue juga memperhatikan iklan-iklan di tv –ya,gue hobi banget mantengin tv waktu itu- yang sebagian besar adalah iklan produk makanan, minuman semacam itu. Jadi bisa gue bayangin, gimana industri makanan itu akan berkembang sangat pesat. Apalagi manusia di masa mendatang akan lebih suka segala sesuatu yang instan, jadi penemuan-penemuan baru tentang pangan sehat nan instan juga pasti sangat dibutuhkan. Yak, jadilah gizi atau teknologi pangan menjadi salah satu pilihan. Terus apa lagi? Gue kembali berpikir, sempet kepikiran broadcasting, pariwisata, dan ilmu kelautan. Alasannya udah pasti gampang ditebak, selain gue yang hobi banget nonton tv, apalagi kalo bukan biar bisa traveling gratis –diving di lautan eksotis Indonesia, apalagi kalo keliling dunia-
                Akhirnya gue browsing tentang jurusan-jurusan itu, tapi ilmu kelautan udah gue coret duluan karena udah pasti gue ngga diijinin kalo sering-sering diving gitu, kalo mau broadcasting atau pariwisata, gue maunya di Sekolah Tinggi –broadcasting di Jogja, pariwisata di Bandung- tapi ternyata setelah didiskusiin sama ibu, gue kurang dapet dukungan. Emang sih, kalo sekolah tinggi itu ngga dapet gelar sarjana, selain itu juga perlu ikut tes di sana, dan itu ribet, belum tentu keterima pula. Tapi pas gue bilang gue mau gizi atau teknologi pangan, ibu setuju-setuju aja. Kalo bapak percaya sama apapun pilihan gue, selama biaya masih bisa dijangkau. Terus kenapa IPB? Kenapa ngga UI aja? Itu juga jadi salah satu dari sekian banyak pertanyaan dari orang-orang termasuk orang tua gue. Gue ngga mau pilih UI karena yang gue tau waktu itu, di kuliah itu ada sistem mata kuliah mayor dan minor. Kalo mayor dari jurusan sendiri, tapi minor bisa diambil dari jurusan lain untuk menuhin SKS. Kalo di UI, setau gue jurusannya gitu-gitu aja –nooffense- tapi maksudnya ngga ada yang gue suka banget untuk bisa menunjang ilmu gizi gue. Lagipula gue pengen hidup mandiri, pengen ngerasain yang namanya ngekost, kalo di UI gue kira gue bakal disuruh ngangkot macet-macetan tiap hari, atau parahnya lagi gue disuruh tinggal di rumah tante karena baru tau belakangan kalo keluarga gue mau pindah ke Cikarang. Alhamdulillah dengan alasan itu, lagi-lagi ibu setuju.  
                Awalnya pilihan gue untuk SNMPTN tulis secara berurutan adalah Ilmu Gizi IPB dan Teknologi Pangan IPB, dan pilihan gue emang lebih ke gizi sih. Tapi berdasarkan pengalaman Try Out di bimbel, passing grade tekpang jauh lebih tinggi daripada gizi. Yaudahlah, gue ubah urutannya. Kalo pilihan pertama ngga lolos, ya alhamdulillah banget dapet gizi. Itu yang ada di pikiran gue. Gue baru minta pendapat bapak lagi saat ngisi formulir pendaftaran dan semua data udah lengkap. Gue baru bilang, “Pak, aku ini pilihan aku, setuju kan?” cuma itu. Dan beliau bilang yaudah, dana juga masih bisa terjangkaulah insyaallah, jadi yang penting gimana gue ngejalaninnya nanti. Setelah gue “submit” itu form, yang gue ngga ngerti adalah ketika bapak nanya lagi, “kenapa ngga milih UI?” yak sepertinya gue belum jelasin alasan itu ke bapak. Tentang teknologi pangan pun gue ngejelasinnya dengan sangat absurd, gue bilang nanti kerjanya di lab, meriksain kandungan makanan kaya yang biasanya di acara investigasi makanan berbahaya di tv itu. Haha.
                Dan ternyata belakangan gue baru tau, kalo temen sekelas gue yang pinter –pake banget- pun juga milih prodi yang sama di universitas yang sama juga. Tekpang IPB. Ah gilak. Saingan gue berat, apalagi yang gue tau kuota SNMPTN tulis terbatas banget karena udah dipenuhin sama SNMPTN undangan. Tapi keep on faith ajalah, lagipula gizi –pilihan kedua gue- juga masih oke banget kok.
                Setelah pengumuman SNMPTN yang udah gue ceritain sebelumnya, secara adminitrasi –biaya pendidikan, data di kemahasiswaan, dll- gue resmi diterima sebagai mahasiwi departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Dan unpredictable-nya lagi temen gue itu justru ngga diterima. Ada perasaan ngga enak kalo ngobrol sama dia tentang cita-cita awal kita yang sama-sama pengen masuk jurusan yang sama, tapi mungkin ini takdir, jalan hidup kita beda. Dan semoga dia dapet kabar baik dari Monbusho -beasiswa ke Jepang-
                Dan gue telat banget waktu menyadari kalo tekpang IPB itu bagus, paling bagus se-IPB malah –no offense, bukan sombong, simak berikut ini- tapi kenapa gue bilang gitu? Banyak hal yang bikin gue bilang gitu. Selain pengakuan-pengakuan resmi, kayak akreditasi, dan yang lain yang bias di cek di sini.
Banyak pengalaman yang gue alami sendiri berdasarkan komentar-komentar mahasiswa sini dan juga anak-anak ITP lainnya (Ilmu dan Teknologi Pangan). Nah gue akan ceritain satu persatu nih. Awalnya adalah kakak kelas gue yang anak IPB juga, waktu itu dia nanya apakah gue masuk IPB dan jurusan apa, gue bilang iya dan jurusannya ITP, dia malah bilang “wah itu jurusan bagus”. Tapi pas gue tanya bagus gimana, dia ngga jawab, gue pun bingung apa maksudnya. Kedua, saat gue survey asrama sebelum check-in, gue ketemu sama seorang mahasiswi dari SNMPTN undangan yang udah lebih dulu masuk asrama, pas gue ajak ngobrol ternyata dia anak ITP juga. Dan kata dia, jurusan kita itu bagus. Pas gue tanya kenapa, katanya karena banyak orang-orang Cinanya –yang terkenal pinter- haha entah kenapa gue suka jawaban itu, tapi jawabannya juga belum bisa ngasih petunjuk atas kebingungan gue.  Dan biasalah ya, standarnya mahasiswa baru yang kenalan itu nanya nama, jalur masuk sama jurusan –eh departemen sih tepatnya, sesat banget daritadi gue bilang jurusan- dan respek aja gue jawab ITP dari SNMPTN tulis kalo ada yang nanya departemen dan jalur masuk. Dan hasilnya gue bingung, kenapa bingung? Karena respon mereka rata-rata bagus dan semacam amazed gitu –lebay- pas gue tanya kenapa respon mereka kayak gitu, mereka bilang, masuk tekpang itu susah, apalagi dari jalur tulis. Bukan maksud buat sombong, tapi hal ini membuat gue jadi amat sangat mensyukuri takdir Allah yang indah ini.
Gue jadi sadar akan kebenaran analogi, kalo mau nilai 100, jangan Cuma bikin target nilai 100, bikinlah target 110, supaya kalo meleset sekurang-kurangnya masih bisa dapet 100. Teringat sekilas keinginan besar gue untuk kuliah di luar negeri, saat itu semua tertunda -still have faith someday I'm going there- gue dapet ganti sesuatu yang sebelumnya ngga gue sadari kalo itu yang diidam-idamkan orang lain.
Balik ke ITP ya, ke pengalaman gue dari komentar orang lain. Alhamdulillahnya juga di saat-saat yang masih terbilang awal, gue –accidentally- ikut lomba cerdas cermat pertanian dan lagi-lagi Alhamdulillah kelompok gue –gue bersama temen yang seorang anak ITP dan seorang anak geofisika meteorology- termasuk salah satu dari tiga kelompok yang masuk final. Ternyata di final itu ada ada tiga kelompok dengan 9 orang, 9 orang itu terdiri 6 cewek dan 3 cowok. Dan 8 orang dari kita adalah anak fateta (Fakultas Teknologi Pertanian) –termasuk gue- dan 5 cewek adalah anak ITP, kecuali temen gue yang anak GFM. Dan 3 cowok itu anak Teknik Industri Pertanian. Nah Alhamdulillah –lagi- kelompok gue menang, dan kebetulan ada kakak kelas gue –bukan yang tadi gue ceritain di awal- biasalah dia ngucapin congratulation, terus dia nanya gue departemen apa, -udah tau apa jawaban gue kan, guys?- dan dia malah bilang, “oh pantesan menang,” tersirat banget gak sih makna comment-nya (?)
Setelah menyadari hal-hal yang baru gue alami –lebai ini bahasa gue- dengan sangat bersemangat gue ceritain hal itu ke ibu dan bapak, dan mereka senyum-senyum aja –deeply inside kayaknya mereka bangga, menurut gue-
Tapi apa? Nilai uts pertama gue ancur-ancuran. Sombong? Jadi males belajar? Mungkin perasaan itu pernah –sengaja ataupun ngga sengaja- ada di diri gue. Semua yang gue ceritain bisa jadi beban, sekaligus motivasi buat gue -harus prefer ke motivasi!!- Pokoknya kedepannya harus lebih baik. Semoga tulisan ini bias jadi motivasi buat gue pribadi, atau kalo bisa buat orang lain. Mohon doanya ya :))

Selasa, 27 Desember 2011

Kalo Mbah Sakit Cikungunya


Saat mudik lebaran tahun 2010, gue mendengar sebuah cerita yang menurut gue lucu. Tentang kakek gue yang sakit. Bukan berarti gue seneng denger kalo beliau sakit. Tapi yang lucu adalah seumur-umur mbah paling males kalo harus berurusan sama dokter. Mbah jarang banget sakit. Atau palingan kalo sakit cuma minum ramuan herbal atau jamu-jamuan gitu.
Begini ceritanya menurut versi tante, om, nenek dan orang-orang di sekitar beliau.
Beberapa hari sebelum lebaran, tepatnya semingguan mungkin. Kakek gue sakit sampe ngga bisa bangun. Emang usianya udah tua, 85an tahun. Tapi mbah hebat banget menurut gue. Mbah masih kuat. Mbah ngerjain apa-apa sendiri. Bahkan masih ngurusin lahannya. Meskipun banyak yang bantuin, tapi mbah ngga mau berpangku tangan males-malesan doang. Bahkan dalam setahun mbah bisa bolak-balik Jogja-Jakarta sampe 3 kali atau lebih. Hebat kan?
Awalnya ngga ada orang yang tau sebenernya mbah sakit apa. Gejalanya : badan pegel linu, kaku dan susah digerakin. Mbah ngga bisa ngapa-ngapain. Cuma tiduran sepanjang hari sambil uringan-uringan juga sepanjang hari. Karna jadi ngga bisa kerjain apa-apa. Akhirnya om gue ngebawa mbah ke dokter. Itu juga karena mbah udah ngga bisa berkutik, jadi mau dibopong atau digendong atau diapain juga mbah ngga bisa nolak. Paling cuma marah-marah. Tapi kan daripada mbah ngga sembuh mending dengerin mbah marah-marah.
Setelah sampe di dokter, dokternya memvonis mbah sakit cikungunya. Ya cikungunya. Penyakit itu disebabkan oleh gigitan nyamuk cikungunya. Dulu gue juga pernah kena cikungunya. Dan rasanya ngga enak banget. Bener-bener ngga bisa gerak. Tulang berasa ngilu banget. Apalagi waktu itu gue sakitnya pas lagi ujian praktik olahraga di kelas 6 untuk kelulusan. Jadi gue ngga praktik. Untung guru olahraga gue baik, meskipun gue ngga ujian tapi tetep ada nilainya. Lumayanlah. Makasih pak jito. Haha. Loh kok jadi curcol? Udah deh balik lagi ke mbah dan cikungunyanya.
Yaudah, pulanglah tuh mbah gue dengan butiran-butiran obatnya. Mbah ngga suka banget minum obat gituan. Jadi semua orang rumah harus susah payah buat ngasih obat ke mbah. Hhhhff. Mulai dikasih pisang atau nasi atau air sebanyak apapun sampe obatnya langsung dilempar ke kerongkongannya mbah, semua cara dicoba. Tapi ngga jarang mbah diem-diem ngelepeh/ngebuang lagi obat yang udah masuk ke mulutnya.
Sampai akhirnya beberapa hari kemudian mbah sembuh. Horeee. Tapi kan obatnya yang belom abis, masih banyak malah. Tapi mbah ngeyel, ngga mau minum lagi karena mbah ngerasa udah sembuh. Terus mbah bilang in javanesse, “kemarin beli obatnya berapa harganya? Kalo masih ada segini obatnya, dibalikin aja apa ke dokter? Kira-kira laku berapa?” Langsung aja orang serumah ngakak, mbah yang baru sembuh langsung lawak.



ULAT


Waktu pun semakin cepat berganti
Tapi si ulat kecil ini masih senang bermain-main
Tanpa mempersiapkan diri menjadi kepompong
Padahal dia sangat ingin jadi kupu-kupu
Dan dia ingin terbang tinggi
Terbang menjelajahi dunia luar

Hanya berharap pada sebuah keberuntungan
Yang peluangnya saja sangat sedikit
Jadi dia selalu ingin santai-santai
Orang beruntung lebih baik dibanding orang pintar
Tapi ia lupa
Usaha adalah kunci suksesnya

Bersenang-senang sepanjang hari
Ia selalu bermimpi hidupnya akan selalu senang
Dikiranya mimpi itu akan berjalan seperti yang diinginkan
Jadi kerjanya hanya bermimpi
Padahal semua itu tak kan pernah terjadi
Jika ia tidak bangun untuk meraih mimpi itu